
CANDI PATAKAN
“Candi Patakan” is a sacred building left by King Airlangga as a form of respect for Sang Hyang Patahunan. “Candi Patakan” was built in the 11th century by King Airlangga. In the 12th century the royal area was divided into two by Empu Barada, namely the Jenggolo area and the Ndoho area. The two areas are separated by a river called Kali Lanang. One of the myths around the Paakan temple site that is believed by the local community is, if someone deliberately takes an object that is around the Paakan site and then takes it home, that person will always feel uneasy (those who take the item always think about returning the charcoal). The existence of “Candi Patakan” can become an icon that can have a positive impact on the community in the economic and tourism sector.
Candi Patakan merupakan bangunan suci peninggalan Raja Airlangga sebagai bentuk penghotmatan kepada Sang Hyang Patahunan. Candi Patakan dibangun pada abad ke-11 oleh Raja Airlangga. Pada abad ke-12 wilayah kerajaan dibagi menjadi dua oleh Empu Barada, yaitu wilayah Jenggolo dan wilayah Ndoho. Dua wilayah tersebut dipisahkan dengan sebuah kali bernama Kali Lanang. Salah satu mitos disekitar situs candi Patakan yang percaya oleh masyarakat setempat adalah, jika seseorang sengaja mengambil benda yang berada di ekitar situs Patakan lalu dibawa pulang, orang tersebut akan selalu merasa tidak tenang (yang mengambil barang an selalu kepikiran untuk mengembalikan arang tersebut). Keberadaan Candi Patakan bisa menjadi sebuah ikon yang bisa memberikan dampak positif kepada masyarakat dibidnag ekonomi dan pariwisata